Saat ini saya akan membahas jurnal yang berjudul "HUBUNGAN ANTARA DURASI MENONTON TV DAN SIKAP TERHADAP SEKSUALITAS PADA REMAJA". Dalam jurnal tersebut dituliskan bahwa Perkembangan remaja ditandai oleh perkembangan seksualitas yang terdiri dari perkembangan fisik, pengetahuan seksual, dan perilaku seksual (Crooks & Baur, 2005). Dalam pengembangan seksualitasnya, remaja cenderung mencari informasi dari sumber-sumber lain seperti teman sebaya, sekolah, guru, dan media massa, khususnya televisi (TV) (Peterson, 2004).
Dalam jurnal tersebut terdapat penjelasan tentang seksualitas yaitu merupakan ekspresi dari sensasi seksual dan keintiman antara manusia, dan merupakan ekspresi identitas berdasarkan jenis kelamin. Menurut Crooks dan Baur (2005), pengetahuan seksualitas mencakup hal-hal sebagai berikut:
1) Perubahan fisik remaja, mencakup perubahan hormon dan karakteristik seksual sekunder, misalnya, perkembangan buah dada, perkembangan alat genital, perubahan suara, pertumbuhan bulu pada muka, tubuh, dan daerah kemaluan.
2) Efek dari perubahan fisik tersebut, misalnya, hormon testosteron menyebabkan adanya dorongan, minat dan gairah seksual, estrogen dan progesteron menyebabkan siklus menstruasi.
Seksualitas merupakan ekspresi dari sensasi seksual dan keintiman antara manusia, dan merupakan ekspresi identitas berdasarkan jenis kelamin (Wikipedia, 2007). Aktivitas seksual pada manusia merupakan bentuk keintiman fisik yang mungkin dilakukan dengan alasan reproduksi biologis, transcendence spiritual, ekspresi afeksi, dan/atau untuk kesenangan seksual atau sexual gratification (Wikipedia, 2007). Perkembangan seksualitas remaja mencakup 3 hal, yaitu perubahan fisik, pengetahuan remaja tentang seksualitas, dan perilaku seksual remaja.
Dan di dalam jurnal tersebut Wikipedia (2007) menyebutkan bahwa terdapat beberapa kriteria untuk membedakan sentuhan seksual dan nonseksual, antara lain:
1) Bagian tubuh yang terlibat
2) Tanda-tanda fisik dari sexual arousal
3) Perasaan yang subjektif
Selanjutnya, Wikipedia menyebutkan bahwa terdapat 7 tipe pasangan, antara lain:
1) One-night stand
2) Casual relationship
3) Boyfriend/girlfriend
4) Marriage
5) Affairs
6) Secondary/side relationships/Polyamory
7) Prostitues
Jurnal tersebut juga mengungkapkan mengenai pengertian sikap yang merupakan tendensi psikologis untuk melakukan penilaian terhadap obyek, orang atau peristiwa dengan berbagai bentuk kesukaan maupun ketidaksukaan (Eagly & Chaiken, 1993, dalam Albarracin, Johnson, Zanna & Kumkale, 2005). Sikap merupakan model multidimensional yaitu terdiri dari komponen kognitif, komponen afektif dan komponen perilaku. Oleh karena itu, sikap seksual dapat diartikan sebagai penilaian kognitif, afektif, dan perilaku terhadap gagasan berbasis seksualitas dan berbagai kegiatan atau pemahaman seksual yang mungkin dianggap sebagai normatif ataupun tidak (Santrock, 2001).
Vaughan dan Hogg (2005) berpendapat bahwa salah satu faktor utama pembentuk sikap, termasuk sikap seksual ialah media massa. Sebagai upaya untuk melepaskan diri dari ketergantungan orang tua, remaja sangat mungkin menggunakan media massa sebagai tempat acuan informasi. Berdasarkan hasil suatu penelitian, Roberts, Foehr, dan Rideout (2004) menemukan bahwa dari 6 sampai 7 jam pada setiap harinya, remaja Amerika mengisinya dengan 3 jam menonton TV dan selebihnya diisi dengan beraneka ragam jenis media massa.
Dalam jurnal tersebut juga menjelaskan bahwa televisi merupakan produk teknologi yang menjadi bagian dari kehidupan manusia karena mempunyai manfaat yang sangat penting dalam memberikan informasi dari hiburan hingga sarana pendidikan. Sebagai produk teknologi yang sangat bermanfaat, TV dapat mempengaruhi penonton melalui 4 cara, yaitu durasi, muatan atau isi program yang ditayangkan, motivasi dan identifikasi penonton (Gerbner, 1980; Kean & Albada, 2002; Littlejohn, 2002).
Terdapat beberapa pendapat dari berbagai tokoh yang tercantum dalam jurnal "HUBUNGAN ANTARA DURASI MENONTON TV DAN SIKAP TERHADAP SEKSUALITAS PADA REMAJA" yaitu seperti dibawah ini:
Gerbner (1976, 1980) mengusulkan teori kultivasi (cultivation theory), yang berpendapat bahwa menonton acara TV akan membentuk dan mendistorsi konsepsi realitas sosial penonton melalui durasi menonton. Penelitian lainnya yang berfokus pada dampak menonton TV terhadap kejahatan dan kekerasan menunjukkan bahwa heavy viewers, yaitu mereka yang menonton TV lebih dari empat jam tiap harinya berkecenderungan memiliki persepsi bahwa dirinya memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terlibat dengan kekerasan dan polisi, takut untuk jalan sendiri di waktu malam, dan pada umumnya tidak mempunyai kepercayaan terhadap orang dibandingkan dengan penonton yang mengkonsumsi TV kurang dari 2 jam per hari atau light viewers (Gerbner, 1980). Hal ini juga didukung oleh Ward dan Friedman (2006) yang menemukan bahwa konsumsi yang sering baik berupa video musik maupun talk show di TV diasosiasikan dengan tingkat berpacaran yang tinggi atau pengalaman seksual yang permisif.
Ward dan Friedman (2006) menemukan bahwa remaja yang menonton TV atas dasar motivasi companionship (menggunakan TV sebagai ‘teman’ dan untuk melupakan masalah) dan learning (menggunakan TV sebagai sumber pelajaran tentang diri sendiri atau orang lain) diasosiasikan dengan sikap seksual yang beranggapan bahwa perilaku seks bersifat rekreasional, laki-laki didorong oleh gairah seksual dan perempuan adalah objek seks. Sedangkan motivasi fun habit (menggunakan TV untuk bersenang-senang dan hiburan) diasosiasikan dengan rendahnya pengaruh TV terhadap sikap seksual.
Pada jurnal tersebut juga terdapat fenomena - fenomena yang menyedihkan berkenaan dengan pengaruh buruk perilaku seksual remaja yang permisif pada kehidupan sosialnya antara lain semakin menjamurnya kasus kriminalitas seksual remaja. Contohnya, dilaporkan bahwa 5 remaja pria berusia 16 tahun ditangkap oleh petugas kepolisian sektor metropolitan Palmerah, Jakarta Barat atas tuduhan pemerkosaan terhadap gadis yang berusia 16 tahun (Kompas, 2005). Selanjutnya, di Ambon terdapat 3 remaja pria berusia 16 tahun dituduh telah mencabuli dan memerkosa seorang anak perempuan berusia 5 tahun pada Mei tahun 2005 (Kompas, 2006).
Menanggapi semakin maraknya kasus kriminalitas seksual remaja di tanah air, Sosiolog Universitas Indonesia Paulus Wirutomo berpendapat bahwa fenomena menyedihkan ini merupakan akibat dari teknologi yang menghasilkan pornografi, antara lain film-film bioskop dan TV (Kompas, 2005). Pendapat tersebut didukung oleh penemuan UNESCO (dalam Republika, 2006) yang menyatakan bahwa 35 persen remaja AS mengakui tertarik untuk melakukan tindakan kejahatan dan kegiatan seksual akibat tayangan film yang mereka saksikan di TV. Sebagai tambahan, BKKBN (2006) menemukan bahwa sedikitnya 60% remaja usia 15-19 tahun diantaranya pernah melihat film porno, dan Kidia (dalam Republika, 2006) mencatat bahwa pada tahun 2004, hanya sekitar 15% acara untuk anak yang tidak mengandung unsur mistik, kekerasan dan seksual.
Hal-hal tersebut diatas merupakan sedikit review terhadap jurnal yang berjudul "HUBUNGAN ANTARA DURASI MENONTON TV DAN SIKAP TERHADAP SEKSUALITAS PADA REMAJA". Untuk lebih lengkapnya bisa dibaca di: http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/green/detail2.jsp?id=125612&lokasi=lokal